Makassar Media Duta. Com - Seorang nenek bernama Hj Tampang (61) kino harus berurusan dengan pihak kepolisian.
Saat ini nenek asal Sinjai yang kini bermukim di Tarakan Kalimatan Utara itu ditahan di Mapolsek Bontoala.
Kapolsek Bontoala Kompol Saharuddin menyebutkan, kasus nenek Hj Tampang (61) mirip dengan kasus Kanjeng Dimasasal Probolinggo, Jawa Timur.
Hal tersebut diungkapkan H Saharuddin, saat merilis kasus nenek Tampang, diduga melakukan penipuan dan penggelapan di Mapolsek Bontoala, Kamis (28/3/2019).
Nenek kelahiran Kabupaten Sinjai, Hj Tampang (61) saat digiring petugas ke sel tahanan Polsek Bontoala, karena terlibat penipuan dan penggelapan. (darul)
"Kasus nenek Tampang ini hampir sama bahkan mirip dengan kasus Kanjeng yang sempat heboh, kasusnya menggandakan uang korban," ungkap Kompol Saharuddin.
Seperti diketahui, kasus Kanjeng Dimas heboh pada 2016 lalu. Pria bernama asli Taat Pribadi mengaku memiliki ilmu menggandakan uang.
Hal serupa rupanya juga menjadi modus Hj Tampang menipu korbannya.
Cara nenek Tampang melakukan penipuan dan menggelapkan uang korban totalnya 1,2 Milyar lebih dengan iming-iming, nenek Tampang akan menggandakan uangnya.
Nenek Tampangsendiri ditangkap penyidik Polsek Bontoala di Jakarta, Selasa (26/3/2019) lalu.
Korban nenek Tampang juga dari berbagai daerah di Indonesia. Selain dari kalimantan dan Makassar, korbannya juga ada di jakarta dan Bekasi.
"Jadi, tersangka ini mengiming-iming para korban dari Jakarta, Bekasi, Nunukan dan Makassar gandakan uang secara bertahap, kalau korban menyetor," ujar Saharuddin.
Seperti salah satu korban dari Nunukan, nekat menggadaikan dua sertifikat tanah di perusahaan Pembiayaan untuk mendapat uang pinjaman 500 juta untuk digandakan.
"Ini yang korban dari nunukan kerugiannya 500 juta, kalau korban dari Bekasi, Jakarta dan Makassar kerugiannya itu 100 sampai 200 juta, semua audah lapor," tambahnya.
Tim penyidik Polsek Bontoala menduga, nenek Tampang tidak bekerja sendiri.
Dia, nenek Tampang diduga ada orang yang menyuruh untuk melakukan aksi tersebut.
"Kami menduga ada orang lain, kalau mau dikata seperti sindikat, ini yang masih kami dalami, begitulah orangtua, pengakuannya berbelit-belit," tambah Saharuddin.
Dari tangan pelaku polisi berhasil temukan beberapa kertas bacaan ayat suci Al Qur’an yang digunakan oleh pelaku sebagai jimat untuk gandakan uang.
Analisa Psikolog
Menurut Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Avin Fadilla Helmi menilai, fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih mudah tergoda iming-iming untuk kaya secara instan, seperti ingin kaya melalui penggandaan uang.
Seseorang, lanjut dia, hanya berpikir bahwa uang adalah jalan keluar untuk berbahagia dan menikmati kemewahan.
Akibatnya, logika kerap diabaikan.
Seringkali, pengabaian ini disebabkan hilangnya pola hidup sederhana. Kemewahan malah menjadi penanda utama modernisasi untuk semua kelas ekonomi.
"Model-modelnya lebih cenderung hedonistik, menyenangkan, hal-hal yang sifatnya keduniawian. Kota-kota saja saat ini banyak mal, mau tidak mau yang diciptakan bukan kesederhanaan," ujar Ivan.
Ivan lalu mengatakan, ilmu psikologi mengenal proses seperti netralisasi terhadap perilaku yang tidak betul yang disebut moral disengagement.
Orang seharusnya merasa bersalah dan malu jika melakukan sesuatu yang salah atau tidak logis, tetapi kini kepekaan itu hilang.
Dia mengaku pernah melakukan survei sederhana tentang cara orang membuat SIM.
Sebagian besar menjawab bahwa mereka mau membayar lebih mahal agar SIM jadi lebih cepat tanpa mengikuti prosedur yang berbelit-belit.
"Ini menurut saya tidak sengaja telah tercipta sistem nilai dan perilaku, menggambarkan semua bisa dibeli dengan instan dan tidak harus bekerja keras.
Nilai semua dipangkas, tidak melalui fase-fase yang mendidik, misalnya untuk berpahit-pahit dahulu lalu buahnya manis," ungkapnya.
Seseorang, lanjut dia, tidak lagi memiliki ketangguhan personal untuk mampu meregulasi diri dengan menggunakan kekuatannya untuk menerima hal yang positif dan menolak yang negatif.
"Orang tahu apa yang harus dilakukan, punya tujuan dalam hidup yang jelas, tujuan yang jelas dicapai dengan fokus," pungkasnya.
Menurut dia, contoh hidup sederhana dan hidup tanpa pencitraan seharusnya diberikan oleh para pejabat negara dan figur publik.
"(Jika) dibimbing para petinggi dan pejabat yang sederhana, saya kira masyarakat mengikuti. Paternalistik di masyarakat kita itu masih kuat menurut saya," pungkasnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar