Makassar Media Duta. Com, - Tim Auditor Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, Sri Wahyuni menolak mengungkap semua pelanggaran Muh Hatta, di hadapan Panitia Khusus (Pansus) Angket Dewan Perwakilan Daerah DPRD Sulsel.
Penolakan itu dilontarkan Sri Wahyuni saat dikonfrontir pansus hak angket di lantai delapan ruang Sidang Angket DPRD Sulsel Jl Urip Sumoharjo, Jumat (02/08/2019), kemarin.
Tim Auditor ini dikonfrontir atau dipertemukan mantan Kepala Biro Umum M Hatta dan mantan Kepala Inspektorat Pemprov Sulsel Lutfie Natsir.
Keduanya adalah pejabat tinggi pratama Pemprov Sulsel yang dicopot pemerintahan Gubernur Nurdin Abdullah -Andi Sudirman Sulaiman, karena diduga melakukan pelanggaran.
Sri awalnya menyatakan pelanggaran disiplin Hatta sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sampai dijatuhi sanksi pencopotan, bukan hanya indikasi penyalagunaan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif.
"Bukan hanya SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) fiktif, tapi banyak pelanggaran lainnya" ungkap Sri Wahyuni.
Namun demikian, Sri tidak mau mengumumkan pelanggaran yang dimaksud di ruang sidang, dengan alasan bukan konsumsi publik.
"Maaf saya tidak bisa sebutkan. Saya terikat sumpah jabatan. Saya tidak bisa menyampakkan ke publik," kata Sri menolak permintaan anggota Pansus Hak Angket DPRD Sulsel, Selle DS Dalle.
Lanjut Sri, terkait temuan pelanggaran Hatta sampai rekomendasi pemecatan dianggap sudah sesuai prosedur.
Seluruh tahapan mulai pengumpulan data dan keterangan saksi dari beberapa pejabat Eselon dan Staf di Bidang Biro Umum sudah dilalui.
Tim Auditor juga telah melakukan ekspose. Ekspose ini berupa menyampaikan seluruh poin poin temuan di hadapan Kepala Inspektorat Sulsel, Lutfie disaat masih menjabat.
"Pada pemeriksaan kedua baru dilakukan pendalaman sesuai perintah inspektur Lutfie. Jadi mau diminta kepala biro atau tidak akan kami lalukukan,"tutur Sri.
Mengenai dasar pencopotanya tambah Sri berdasar pada peraturan pemerintah (PP) nomor 53 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Serta Peraturan Menteri Negara dan Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2011.
Ada penyalagunaan kewenangan . Ada kerugian negara," paparnya.
Sementara Ketua Pansus DPRD Sulsel, Kadir Halid mengatakan pencopotan Kabiro Umum, merupakan tindakan semena mena dan bertentangan dengan PP nomor 53 dan PP Permenpan nomor 21.
Pasalnya, Hatta diberikan sanksi disiplin dengan penjatuhan sanksi berat tidak melalui mekanisme. Hatta semestinya diberikan kesempatan klarifikasi atau memberikan keterangan menjelaskan tuduhan itu.
Hatta juga tidak diberikan ruang mengembalikan jika perbuatan Hatta terbukti merugikan uang negara.
"Harusnya diberikan ruang kepada Hatta mengembalikan kerugian negara jika ada. Auditornya ini juga semena mena . Mestinya ada pembinaan dulu," tegasnya.
Senada disampaikan mantan Kepala Inspektorat Provinsi Sulsel, Lutfie Natsir . Ia sependapat dengan pernyataan politisi Partai Golkar tersebut.
Lutfie menerangkan memang dalam aturan PP 53 tahun 2010 dan Permenpan nomor 021 tahun 2011 mengatur tentang pelanggaran disiplin.Tapi tidak boleh serta merta langsung melakukan pencopotan. Prosesdur standar pemberian sanksi harus melalui pemeriksaan dan klarifikasi terhadap pihak yang bersangkutan.
"Tidak boleh ada temuan langsung ada pencopotan. Harus dipanggil secara tertulis," sebutnya.
"Berarti Gubernur ini semena mena melakukan pencopotan, karena tidak melalui mekanisme yang ada," tanya Ketua Pansus DPRD Sulsel, Kadir Halid kepada Lutfie.
"Allahualam," jawab Lutfie singkat. Politisi Partai Golkar ini mengatakan pemecatan dianggap tidak sesuai mekanisme, karena Hatta tidak pernah dibuatkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. (*)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar