Surat Budi Hartono meminta Presiden Jokowi mengkaji PSBB Jakarta yang sudah diumumkan Gubernur DKI Anies Baswedan Surat Budi Hartono yang ditujukan kepada Kepala Negara ini 'dibocorkan' pengusaha sekaligus mantan Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Peter F Gontha lewat akun Instagram-nya, @petergontha dan Facebook-nya Peter F. Gontha, Sabtu (12/9/2020).
"
Surat Budi Hartono orang terkaya di Indonesia kepada Presiden RI, September 2020," tulis Peter Gontha dalam posting-annya di Instagram.
Surat Pak Budi Hartono orang terkaya Indonesia yang memberi masukan yang mudah dimengerti dan masuk di akal. Kerja sama antara Pemerintah dan pengusaha diperlukan untuk kebaikan semua.
Ini sebagai masukan buat PEMDA dan PUSAT. Tidak perlu salahkan siapa siapa, tidak perlu pak Anies tidak perlu Budi Hartono, tidak perlu pemerintah. Sama sama cari solusi yg pas.
Tegas tindakan hukum!," demikian caption dalam posting-annya di Facebook. Batal? Jokowi Tak Setuju PSBB Jakarta Diterapkan Anies Baswedan dan Pilih PSBM, 3 Menteri Nyerang
Dalam surat tersebut, Budi Hartono menyatakan tidak sepakat dengan penerapan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di Jakarta.
Diketahui, DKI Jakarta rencananya akan kembali melakukan PSBB ketat seperti pada awal pandemi mulai Senin (14/9/2020). Budi Hartono memiliki dua alasan utama kenapa tidak menyetujui rencana PSBB di Jakarta.
Menurutnya, PSBB yang pernah dilaksanakan di Jakarta sebelumnya, terbukti tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi.
Alasan kedua, kapasitas rumah sakit di DKI Jakarta tetap akan mencapai maksimum kapasitasnya dengan atau tidak diberlakukannya PSBB lagi.
Masih dari suratnya, Budi Hartono juga memberikan sejumlah usulan agar laju peningkatan infeksi Covid-19 bisa terkendali.
Misalnya penegakan aturan dan pemberian sanksi serta meningkatkan kapasitas isolasi masyarakat.
Termasuk menjaga perekonomian sehingga aktivitas masyarakat yang menjadi motor perekonomian dapat terus menjaga kesinambungan hingga pandemi berakhir.
Budi Hartono juga membeberkan, masyarakat lebih takut kehilangan pekerjaan dan pendapatan serta kelaparan daripada ancaman penularan Covid-19.
Sayangnya hingga berita ini diturunkan, General Manager of Corporate Communication PT Djarum, Rudianto Gunawan belum membalas konfirmasi terkait isi posting-an Peter Frans Gontha tersebut.
Berikut isi lengkap surat Budi Hartono orang terkaya di Indonesia kepada Jokowi sebagaimana dikutip dari Instagram
@petergontha:
11 September 2020
Kepada yang terhormat:
Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo.
Dengan hormat,
Perkenankan kami melalui surat ini menyampaikan masukan untuk Bapak pertimbangkan.
Kami membaca di pemberitaan, Gubernur DKI Jakarta akan memberlakukan PSBB mulai 14 September 2020.
Alasan atas pemberlakuan tersebut dikarenakan:
1. semakin besarnya kasus positif Covid-19 di masyarakat di DKI Jakarta.
2. Kapasitas rumah sakit di DKI Jakarta akan mencapai maksimum kapasitasnya dalam jangka dekat.
Menurut kami, keputusan untuk memberlakukan PSBB Kembali itu tidak tepat.
1. Hal ini disebabkan PSBB di Jakarta telah terbukti tidak efektif di dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi di Jakarta.
(Bukti terlampir — Chart A negara yang berhasil dalam menurunkan tingkat infeksi melalui measure circuit breaker).
Di Jakarta meskipun pemerintah DKI Jakarta telah melakukan PSBB tingkat pertumbuhan infeksi tetap masih naik.
(Bukti terlampir — Chart B - DKI Jakarta)
2. Kapasitas Rumah Sakit DKI Jakarta tetap akan mencapai maksimum kapasitasnya dengan atau tidak diberlakukan PSBB lagi.
Hal ini disebabkan seharusnya Pemerintah Daerah/Pemerintah Pusat harus terus menyiapkan tempat isolasi mandiri untuk menangani lonjakan kasus.
(Contoh Solusi terlampir : ini adalah photo di Port Singapore yang membangun kapasitas kontainer isolasi ber-AC untuk mengantisipasi lonjakan dari kasus yang perlu mendapatkan penanangan medis.
Fasilitas seperti ini dapat diadakan dan dibangun dalam jangka waktu singkat (kurang dari 2 minggu — Photo 1 - karena memanfaatkan container yang tinggal dipasang Air-con dan tangga).
Sebagai Informasi kepada Bapak Presiden, Our World In Data (salah satu organisasi terkemuka dalam hal global covid research), menunjukan Indonesia, bersama South Korea, Taiwan, Lithuania adalah negara negara yang disebut berhasil meredam
Adapun perbaikan yang harus dilakukan untuk mengendalikan laju peningkatan infeksi di Indonesia pada umumnya dan di DKI Jakarta pada khususnya adalah sebagai berikut:
1. Penegakan aturan dan pemberian sanksi sanksi atas tidak disiplinnya sebagian kecil masyarakat kita dalam kondisi new normal.
Tugas untuk memberikan sanksi atau hukuman tersebut adalah tugas Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta.
Jadi jangan karena membesarnya jumlah kasus terinfeksi Covid-19 kemudian Gubernur mengambil satu keputusan jalan pintas yang tidak menyelesaikan permasalahan sebenarnya.
2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus bersama-sama meningkatkan kapasitas isolasi masyarakat (contoh kontainer ber AC di tanah kosong) sehingga tidak melebihi kapasitas maksimum ICU di Jakarta.
3. Pemerintah harus melaksanakan tugas dalam hal Testing, Isolasi, Tracing dan Treatment.
Sejauh ini masih banyak kekurangan dalam hal Isolasi dan Contact Tracing.
4. Perekonomian tetap harus dijaga, sehingga aktivitas masyarakat yang menjadi motor perekonomian yang dapat terus menjaga kesinambungan kehidupan bermasyarakat kita hingga pandemi berakhir.
Melaksanakan PSBB yang tidak efektif berpotensi melawan keinginan masyarakat, yang menghendaki kehidupan new normal baru, hidup dengan pembatasan, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan lain lain.
Masyarakat lebih takut kehilangan pekerjaan dan pendapatan serta kelaparan daripada ancaman penularan Covid-19.
Beberapa lembaga survei menunjukkan hasil riset seperti itu.
Di antaranya adalah lembaga survei Vox Populi, CPCS (Centre for Political Communication Studies) dan Indo Barometer, dimana masyarakat rata rata di atas 80% tidak menghendaki adanya PSBB kembali.
Semoga masukan dan saran dalam surat ini berkenan untuk Bapak pertimbangkan sebagai salah satu bahan dalam mengambil keputusan.
Hormat kami,
Budi Hartono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar